Jumat, 21 Desember 2018

Cara menghadapi Kritik Pedas



Sang Pencipta dan Pemberi rezeki Yang Maha Mulia, acapkali mendapat cacian dan cercaan dari orang-orang pandir yang tak berakal. Maka, apalagi saya, Anda dan kita sebagai manusia yang selalu terpeleset dan salah. Dalam hidup ini, terutama jika Anda seseorang yang selalu memberi, memperbaiki, mempengaruhi dan berusaha membangun, maka Anda akan selalu menjumpai kritikan-kritikan yang pedas dan pahit. Mungkin pula, sesekali Anda akan mendapat cemoohan dan hinaan dari orang lain.

Dan mereka, tidak akan pernah diam mengkritik Anda sebelum Anda masuk ke dalam liang bumi, menaiki tangga ke langit, dan berpisah dengan mereka. Adapun bila Anda masih berada di tengah-tengah mereka, maka akan selalu ada perbuatan mereka yang membuat Anda bersedih dan meneteskan air mata, atau membuat tempat tidur Anda selalu terasa gerah.

Perlu diingat, orang yang duduk di atas tanah tak akan pernah jatuh, dan manusia tidak akan pernah menendang anjing yang sudah mati. Adapun mereka, marah dan kesal kepada Anda adalah karena mungkin Anda mengungguli mereka dalam hal kebaikan, keilmuan, tindak tanduk, atau harta. Jelasnya, Anda di mata mereka adalah orang berdosa yang tak terampuni sampai Anda melepaskan semua karunia dan nikmat Allah yang pada diri Anda, atau sampai Anda meninggalkan semua sifat terpuji dan nilai-nilai luhur yang selama ini Anda pegang teguh. Dan menjadi orang yang bodoh, pandir dan tolol adalah yang mereka inginkan dari diri Anda.

Oleh sebab itu, waspadalah terhadap apa yang mereka katakan. Kuatkan jiwa untuk mendengar kritikan, cemoohan dan hinaan mereka. Bersikaplah laksana batu cadas; tetap kokoh berdiri meski diterpa butiran- butiran salju yang menderanya setiap saat, dan ia justru semakin kokoh karenanya. Artinya, jika Anda merasa terusik dan terpengaruh oleh kritikan atau cemoohan mereka, berarti Anda telah meluluskan keinginan mereka untuk mengotori dan mencemarkan kehidupan Anda. Padahal, yang terbaik adalah menjawab atau merespon kritikan mereka dengan menunjukkan akhlak yang baik. Acuhkan saja mereka, dan jangan pernah merasa tertekan oleh setiap upadaya mereka untuk menjatuhkan Anda. Sebab, kritikan mereka yang menyakitkan itu pada hakekatnya merupakan ungkapan penghormatan untuk Anda. Yakni, semakin tinggi derajat dan posisi yang Anda duduki, maka akan semakin pedas pula kritikan itu.

Betapapun, Anda akan kesulitan membungkam mulut mereka dan menahan gerakan lidah mereka. Yang Anda mampu adalah hanya mengubur dalam-dalam setiap kritikan mereka, mengabaikan solah polah mereka pada Anda, dan cukup mengomentari setiap perkataan mereka sebagaimana yang diperintahkan Allah,

{Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu."}
(QS. Ali 'Imran: 119)


Bahkan, Anda juga dapat 'menyumpal' mulut mereka dengan 'potongan-potongan daging' agar diam seribu bahasa dengan cara memperbanyak keutamaan, memperbaiki akhlak, dan meluruskan setiap kesalahan Anda. Dan bila Anda ingin diterima oleh semua pihak, dicintai semua orang, dan terhindar dari cela, berarti Anda telah menginginkan sesuatu yang mustahil terjadi dan mengangankan sesuatu yang terlalu jauh untuk diwujudkan.

Rabu, 19 Desember 2018

Apa Itu Manusia ?

( Aristoteles )

Pernah denger nggak, kalau manusia itu nama lain dari Animal Rasional yang artinya Hewan yang berfikir ?
Hmm, enggak salah sih, tapi enggak enak aja didengernya. Emangnya elo mau, disama-samain sama hewan? Enggak, kan?
Ada juga yang bilang kalau manusia itu Homo Socius yang artinya Makhluk yang berkelompok atau Makhluk yang bermasyarakat.
Ada lagi yang bilang kalau manusia itu Homo Economicus yang artinya Makhluk yang memiliki kemampuan menjual & membeli.
Semua definisi di atas itu memang benar adanya. Tapi, sebagai manusia, pernah nggak sih, elo ngerasa kalau lo itu lebih “spesial” dari semua artian diatas?
Menurut gue, manusia itu lebih dari sekedar hewan yang berfikir, lebih dari sekedar hewan yang mempunyai akal.
Manusia itu jauh lebih kompleks dan lebih rumit dari itu semua. Bahkan, terhadap sesama manusia aja, kadang kita enggak bisa mengerti fikiran manusia yang lain.
Contohnya :
Enggak ada angin enggak ada hujan, tiba-tiba temen gue marah, padahal gue ngerasa gue nggak pernah ngapa-ngapain ke dia.
Terus gue tanya dong ke dia, “Eh, lo kenapa sih kok marah sama gue? Emang gue salah apa?”
Terus dia jawab, “Enggak kok, nggak papa. Lo nggak salah apa-apa kok”.
Eh, tiba-tiba besoknya dia cerita ke manusia yang lain kayak gini, “Ih, gue kesel sama Erika, orangnya cuek, jarang senyum”.
Dalem hati gue, “Mau lo apa, sih?”
Nah, dari kesimpulan di atas, ternyata manusia itu emang susah untuk dimengerti, ya?
Manusia itu unik dengan drama-drama enggak jelasnya. Manusia punya banyak mood yang mudah berubah naik dan turun. Manusia punya berbagai rahasia yang cuma mereka doang yang tau, sehingga dunia ini lebih berwarna karena manusia.
Emangnya ada, hewan yang bisa main drama-drama-an dan rahasia-rahasia-an? Nggak ada, kan?

Nah, menurut lo sendiri, manusia itu apa?

Kamis, 13 Desember 2018

Gondrong dan Dinamika Perlawanannya




Ada banyak orang yang beranggapan, mereka yang memelihara rambut gondrong sebagai tipikal manusia yang tak mau diatur, bebal, dan sering sekali disebut (maaf!) tidak mengenal sopan santun. Tidak mengherankan, dalam film-film borjuis para penjahat digambarkan dengan rambut gondrong, memakai kacamata hitam, dan bertatto.

Namun, jika dititik secara historis, seluruh argumen di atas akan segera berguguran. Sebagai missal, meminjam sejarawan Anthony Reid, rambut gondrong sangat melekat dalam tradisi masyarakat Asia Tenggara, termasuk nusantara saat itu, sebagai perlambang atau simbol kekuatan dan kewibawaan seseorang.


Dalam masyarakat Indonesia, setelah masuknya pengaruh islam dan barat, rambut mulai menjadi penanda seksualitas seseorang; laki-laki identik dengan rambut pendek dan rapi, sedangkan perempuan berambut panjang. Pemotongan rambut juga semakin dikaitkan dengan persoalan agama, sesuatu yang membedakan dengan tradisi leluhur masyarakat setempat yang dianggap belum beragama.
Selain peci dan pakaian rapi sebagai simbol aktivis pergerakan, rambut gondrong pun pernah menjadi identitas para pemuda dalam perjuangan revolusi Indonesia. Mulai dari jaman Jepang hingga masa-masa revolusi fisik, para pemuda pejuang semakin identik rambut gondrong dan seragam militer.
Oleh orang-orang Belanda, yang sudah terbiasa dengan rambut pendek dan disisir rapi seperti umumnya penampilan orang Eropa saat itu, para pemuda pejuang ini dilabeli cap “ekstremis”. Saat itu, terutama dari para pemuda dan bekas “jago” yang merasa terpanggil oleh revolusi, para pejuang semakin akrab dengan rambut panjang terurai, berseragam militer, dan sebuah pistol yang tersemat di pinggang.

Salah satu saksi hidup dan pelaku sejarah saat itu, Francisca C. Fanggidaej punya penggambaran sangat menarik soal itu. “Kota Yogya mendidih dari semangat dan tekad juang pemuda. Pekik dan salam MERDEKA memenuhi ruang udara kota. Jalan-jalan dikuasai pemuda: kebanyakan berambut gondrong, mereka bersenjatakan pestol, senapang, brengun sampai kelewang panjang Jepang, dan sudah tentu bambu-runcing. Kepala mereka mereka ikat dengan kain merah …. Yah, semangat juang, rasa romantisme dan kecenderungan kaum muda untuk berlagak dan bergaya bercampur dengan sikap serius dan tenang dengan tekad pantang mundur yang terpancar dari mata dan wajah mereka,” demikian ditulis Francisca Fanggidaej.


Ali Sastroamidjojo (1974:198) dalam otobiografinya menggambarkan pemuda yang berambut gondrong dengan gayanya yang urakan sebagai kekuatan revolusi di Yogyakarta pada awal tahun 1946.
Walaupun pernah menjadi simbol dari pemuda revolusioner, tetapi Soekarno pernah dibuat “kesel” dengan gaya rambut gondrong ini, terutama saat perjuangan melawan kebudayaan imperialis sedang memuncak. Karena rambut gondrong semakin identik dengan “lifestyle” pemuda-pemuda barat, maka Soekarno pun pernah memberi cap kepada mereka sebagai “kontra-revolusioner”.
  
Setelah memasuki era rejim Soeharto, rambut gondrong semakin ditindas dan divonis sebagai gaya yang bertentangan dengan kepribadian bangsa. Pangkopkamtib Jenderal Sumitro telah berkata, bahwa rambut gondrong membuat pemuda onverschillig, acuh tak acuh. Alhasil, sebagai pelaksanaan petuah dari petinggi militer, gerakan anti-gondrong pun mulai dikampanyekan di segala lini kehidupan.



Di sejumlah perguruan tinggi, para pimpinan Universitas sudah menyarankan mahasiswanya untuk tidak gondrong, dan kalau tetap memilih gaya tersebut, mereka dipersilahkan memilih pindah ke kampus lain yang menerima gondrong. Di Sumatera Utara, oleh gubernur saat itu, Marah Halim, telah dibentuk “”Badan Koordinator Pemberantasan Rambut Gondrong”—disingkat BAKORPRAGON, yang tugasnya adalah melakukan operasi dan menangkap mereka yang berambut gondrong.
Karena lama-kelamaan gerakan anti-gondrong ini semakin pukul rata, maka para seniman pun terkena getahnya, misalnya Sophan Sophiaan, Broery Marantika, Trio Bimbo, W.S. Rendra, Umar Kayam Affandi, Achmad Akbar, Remmy Silado, Ireng, Taufiq Ismail, dan lain sebagainya.


Di gerakan mahasiswa, yang semakin “kesal” dengan sikap Soeharto dalam membabat korupsi, rambut gondrong telah dijadikan sebagai salah satu bentuk perlawanan. Ketika pemerintah melakukan razia anti-gondrong, berbagai elemen gerakan mahasiswa di Bandung menggelar razia anti-orang gendut, sebuah bentuk ekspresi kekecewaan terhadap maraknya pejabat yang korup.

Salah satu peristiwa yang memicu perlawanan terbuka mahasiswa versus militer adalah terbunuhnya Rene Louis Conrad, mahasiswa elektro di ITB, tewas dibunuh secara mengenaskan akibat dikeroyok oleh taruna Akpol. Sesaat sebelum pengeroyokan, mahasiswa ITB melakukan pertandingan persahabatan dengan taruna Akpol, namun berakhir dengan tawuran massal karena ledek-ledekan kedua pihak.

Mahasiswa dan pelajar se-Bandung mengecam peristiwa terbunuhnya Rene Conrad. Sebagai bentuk solidaritas terhadap Rene dan mahasiswa ITB, sedikitnya 50.000 orang berpartisipasi dalam demonstrasi mengecam kejadian itu.
Walaupun dapat dikatakan bahwa rambut gondrong sangat dipengaruhi oleh gerakan hippies dan perkembangan musik Rock saat itu, namun kita juga harus melihat faktor ekonomi dan korupsi sangat berpengaruh besar dalam memicu keresahan mahasiswa saat itu. Boleh dikatakan, bahwa “pilihan rambut gondrong telah menandai perpisahan antara gerakan mahasiswa dan orde baru/militer.”


Begitulah, hingga gerakan mahasiswa tahun 1998 yang berhasil menjatuhkan Soeharto, aktivis mahasiswa banyak sekali yang berambut gondrong. Ketika saya menginjakkan kaki pertama kali di Universitas, aksi protes di depan kampus dipimpin dan diramaikan oleh mahasiswa berambut gondrong.
Sekarang ini, seiring dengan menyusutnya gerakan mahasiswa di berbagai kampus dan pengaruh kuat “lifestyle” baru dari luar, mahasiswa berambut gondrong mulai berkurang pula. Kalaupun ada yang masih berambut panjang, tapi bukan lagi “gaya gondrong” ala mahasiswa tahun 1980-1990-an.


Namun demikian, ini tidak berarti bahwa mahasiswa yang bangkit melawan dan menjadi aktivis harus berambut gondrong, tidak harus dan tidak perlu begitu. Kalau kita melihat dari gambaran historisnya, rambut “gondrong” telah menjadi gaya yang dimusuhi penguasa dan diasosiasikan dengan “penentang” atau kegiatan subversif. Tidak mengherankan pula, sebagian aktivis mahasiswa telah memilih “berambut gondrong”sebagai pilihan untuk menunjukkan perlawanan dan kritik.


Dari uraian di atas, baik secara historis maupun secara sosial, “gaya rambut” punya dimensi yang sangat luas, tidak sekedar “mahkota” di kepala. Tidak hanya gondrong, tapi ada banyak gaya lain untuk menunjukkan identitasi atau bahkan perlawanan, misalnya gaya rambut “Mohawk” yang menjadi identitas perlawanan punk hari ini, diambil dari kisah perjuangan kaum Indian. “rambut tidak sekedar mahkota anda, tapi boleh jadi menjelaskan pendirian politik anda.”


Penulis adalah Seorang yg kerap Didiskriminatif oleh karna penampilannya yg Gondrong dan nyentrik


Sumber:


1. F.C. Fanggidaej, Sekelumit Pengalaman Pada Masa Revolusi Agustus 1945-194, PPI Belanda.


2. –; Peristiwa Rene Conrad-Mahasisw ITB Tahun 1970,


http://harustahu.referensiana.com/2010/03/peristiwa-rene-conrad-mahasisw-itb.html?m=1


3. Aria Wiratma Yudhistira, Rambut Dan Sejarah Indonesia, terbitan KUNCI edisi 16 April 2007


ternyata dari jaman penjajahan dulu, rambut gondrong identik dengan pemberontak ya dan uniknya di jaman penjajahan, orang Belanda yang terbiasa berambut rapi mengidentikkan orang gondrong sebagai pemberontak tapi di jaman Bung Karno, rambut gondrong dianggap sebagai budaya barat


Rabu, 12 Desember 2018

MAHASISWA SEBAGAI GENERASI EMAS PENUH INSPIRATIF

MAHASISWA SEBAGAI GENERASI EMAS PENUH INSPIRATIF

Oleh : Pemuda Kamar Gelap

 

Mahasiswa kebanyakan hanya diam saja, mereka sibuk dengan diri sendiri, apatis (masa bodoh), tidak peduli dengan keadaan bangsa ini minimal dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya dan sombong hanya dengan titel mahasiswa yang menghiasi hatinya, muncul kebanggaan diri. Bahkan mereka mengira waktu muda digunakan hanya untuk kepentingan pribadi dengan bersenang-senang bersama teman karibnya ataupun dengan lawan jenisnya. Apalagi mereka tumbuh di lingkungan sekuler yang memilah-milah agama dan kehidupan yang berpengaruh pada perilaku keseharian mereka.

Kuatnya arus globalisasi dan informasi telah meracuni pola pikir dan pola sikap mereka. Mahasiswa lebih bersikap hedonis. Hal ini disebabkan pengaruh budaya Barat yang telah meracuni mahasiswa. Mereka dengan mudah meniru budaya asing tanpa menyadari risikonya dan menghabiskan masa mudanya untuk hal-hal yang kurang bermanfaat juga terjebak pada sistem kapitalis dalam bidang ekonomi yang cenderung konsumtif. Ada pengaruh dari sistem pendidikan yang membentuk mentaliti mahasiswa. Mulai dari sekolah dasar diajarkan ilmu yang bersifat dogma dan ketika di sekolah menengah pun diajari untuk mempelajari ilmunya dengan orientasi kerja, akibatnya tidak ada kebebasan berfikir serta mempelajari ilmu serasa dibelenggu oleh orientasi tersebut. Dari sini terbentuklah mentaliti mahasiswa yang saat ini dirasakan hedonis dan pragmatis.


Mahasiswa adalah intelektual terdidik dengan segala potensi yang ada pada dirinya. Kampus merupakan sarana yang paling efektif untuk melahirkan kaum intelektual sejati. Seorang mahasiswa intelektual seharusnya tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual saja, tapi juga kecerdasan spiritual. Mahasiswa yang memiliki kepribadian islam yaitu pola pikir dan pola sikap islami. Keterpaduan nilai-nilai islami dan intelektualitas sangat diperlukan demi berjalannya peran mahasiswa dalam dunia kampusnya.


Mahasiswa sebagai iron stock (penerus masa depan), yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan berkepribadian Islam. Bangsa ini membutuhkan regenerasi yang akan mengganti generasi terdahulu dengan generasi baru yang memiliki semangat baru. Mahasiswa merupakan harapan bangsa, harapan masyarakat, harapan keluarga, dan harapan dunia. Mahasiswa sebagai calon pemimpin masa depan. Mahasiswa harus siap dengan segala tuntutan yang harus dimiliki untuk mengemban amanah sebagai calon pemimpin masa depan. Generasi yang berjiwa pemimpin tampak dari tanggung jawabnya terhadap segala aktivitas dalam kehidupannya, baik pemimpin bagi dirinya, keluarganya, masyarakat, bahkan umat di seluruh dunia. Seorang pemimpin yang memiliki aqidah yang kuat, melaksanakan syariat Islam. Pemimpin yang memiliki karekter menjadikan syariah sebagai dasar pengambilan keputusan dalam pengaturan masyarakat dan dirinya, menolak penjajahan dengan segala bentuknya, menolak segala bentuk pemikiran atau ideologi penjajah. Pemimpin harapan bangsa ini yang hanya akan terwujud dalam sebuah negara Islam yang akan menerapkan sistem Islam.


Mahasiswa sebagai agent of change (agen perubahan). Dimana mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan yang diharapkan dalam rangka kemajuan bangsa. Mahasiswa merupakan bagian dari kehidupan sosial sehingga mahasiswa harus ikut merasakan dan bersikap tanggap terhadap berbagai permasalahan yang sangat kompleks yang terjadi di masyarakat. Apa yang dilakukan mahasiswa saat ini akan menjadi cerminan bangsa di masa yang akan datang. Jika mahasiswa rajin, terus belajar, tiada henti berjuang membela keadilan dan kebenaran maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang bermartabat. Generasi yang berkepribadian Islam akan terus-menerus melakukan perubahan di masyarakat menuju kehidupan yang Islami dan akan berusaha semaksimal mungkin menjadi teladan dan motor perjuangan Islam yang nyata di tengah masyarakat.


Mahasiswa sebagai agent of problem solver. Dimana, mahasiswa harus menjadi generasi yang memberikan solusi dari setiap persolaan yang terjadi dalam lingkungan dan bangsanya sendiri. Di bidang pendidikan, kondisi dunia pendidikan di negeri ini boleh dikatakan makin memburuk. Hal ini ditandai oleh banyaknya siswa yang tidak lulus dalam Ujian Nasional (UN). Makin mahalnya biaya pendidikan. Di bidang hukum/peradilan semakin merajalelanya mafia hukum/peradilan. Di bidang politik/pemerintahan, kasus-kasus korupsi makin banyak dan beragam dengan berbagai modus. Di bidang ekonomi, rakyat banyak yang hidupnya tak layak, busung lapar terjadi di beberapa tempat. Negeri yang kaya-raya dengan sumber daya alam ini pun masih menyisakan sekitar 100 juta penduduk miskin menurut kategori Bank Dunia. Parahnya lagi, rakyat harus menanggung beban utang luar negeri yang November 2018 ini menembus Rp 5371 triliun. Di bidang kesehatan, sejumlah kasus gizi buruk terjadi di berbagai daerah, yang tentu berkaitan langsung dengan masalah kemiskinan. Biaya kesehatan makin tidak terjangkau. Hanya dengan menerapkan sistem Islam semua masalah itu dapat terselesaikan dengan tuntas.

Mahasiswa sebagai agent of control (penyampai kebenaran). Fungsi ini dilakukan terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh penguasa negara. Ketika ada aturan ataupun sikap pemimpin yang menzolimi rakyat maka mahasiswa harus mengoreksinya agar kejadian itu tidak terulang lagi. Penguasa harus berusaha memenuhi keinginan rakyatnya yang menjadi hak mereka.

Pemuda/mahasiswa merupakan aset yang berharga bagi umat ini. Mahasiswa memiliki potensi yang lebih dalam hal fisik, intelektual maupun intelejensinya. Potensi itulah yang harus dicurahkan semaksimal dan seoptimal mungkin untuk membangkitkan dirinya dan umat Islam ini dari keterpurukan. Sudah seharusnya seorang pemuda/mahasiswa berperan aktif untuk mengubah realita tersebut baik yang menimpa umat Islam pada khususnya maupum manusia pada umumnya. Itulah pemuda/mahasiswa harapan umat yang mampu mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensinya serta berjuang bersama umat menuju kebangkitan yang hakiki.

Seorang pemuda harus sadar bahwa masa depan bangsa dan kepemimpinan negara berada di tangannya. Dalam kehidupan bernegara harapan kepada para pemuda sangatlah besar karena mereka sebagai generasi penerus yakni meneruskan nilai-nilai kebaikan. Mereka sebagai generasi pengganti yang akan menggantikan orang-orang yang memang sudah tidak baik dengan karakter mencintai dan dicintai Allah, lemah lembut kepada kaum mu’min tapi tegas kepada kaum kafir. Mereka sebagai generasi pembaharu yang akan memperbaiki dan memperbaharui kerusakan yang ada pada suatu masyarakat.

Kondisi saat ini sangat jauh dari ideal. Tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat saat ini masih cukup jauh dari Islam. Seperti terlihat di masyarakat korupsi yang membudaya atau adanya pergaulan bebas. Kalau hanya berdiam diri berarti membiarkan ‘kekalahan’ ideologi yang diyakini kebenarannya dan membiarkan terjadinya perubahan ke arah yang tidak dikehendaki. Melakukan perubahan adalah perintah Allah SWT di dalam ajaran Islam.

Bila kejayaan Islam masa lalu muncul karena dakwah Islam yang banyak ditopang oleh para pemuda Islam yang memiliki sikap perjuangan yang gigih, mengunakan waktunya demi perjuangan Islam, maka demikian juga dengan masa depan Islam. Umat Islam di masa lalu terutama para pemudanya unggul karena mereka memeluk Islam secara kaffah, lurus aqidahnya dan taat pada syariat. Untuk membangkitkan umat, diperlukan pemuda-pemuda yang mau bergerak secara ikhlas dan sungguh-sungguh untuk meraih kembali kejayaan Islam. Pemuda yang dibutuhkan adalah para pemuda Islam sekualitas para sahabat yang memiliki tauhid yang lurus, keberanian menegakkan kebenaran serta memiliki ketaatan pada Islam. Dengan dorongan peran pemuda inilah maka perjuangan penegakan kembali aturan Allah di muka bumi ini akan berlangsung hingga Islam kembali tegak.


Wallahu a’lam bi ash-shawab.


SumberKaskus.com

Mahasiswa Angkat Bicara Terkait Reuni 212

UMAT ISLAM PADEMANGAN BERSATU DUKUNG REUNI 212


Abadikini.com, JAKARTA- Reuni 212 yang akan dilakasanakan di Monas pada 2 Desember 2018 merupakan konsolidasi kekuatan rakyat dalam menghadapi penguasa. Demikian dikatakan aktivis Forum Mahasiswa Pademangan Badai Ahtadera dalam Konsolidasi Bertajuk Pademangan Peduli 212, Jumat (30/11).

“Reuni 212 membuktikan agama menjadi fungsi kontrol sosial untuk keadilan,” kata Badai kepada abadikini.com, Jumat (30/11/2018)

Menurut Badai, Reuni 212 bukan hanya milik umat Islam tetapi rakyat Indonesia yang ingin adanya perubahan bangsa Indonesia menjadi lebih baik.

“Banyak non islam yang akan bergabung reuni 212 di Monas, Reuni 212 yang melibatkan non muslim menjadi bukti bukan gerakan Islam radikal. Mereka ini berjiwa Pancasila dan NKRI. Tuduhan anti Pancasila sangat tidak mendasar” kata Badai


Selain itu, Robi andriana selaku penanggung jawab atas Gerakan Pademangan Peduli 212 juga beranggapan bahwa munculnya ormas maupun selebaran yang mendiskreditkan reuni 212 menunjukkan adanya ketakutan dari penguasa.
“munculnya ormas maupun selebaran spanduk yang mendiskreditkan reuni 212 menunjukkan adanya ketakutan dari penguasa. Penguasa tidak perlu takut reuni 212, acara damai untuk kebaikan bangsa Indonesia,” pungkas Robi. 

Maka dari itu hasil daripada pertemuan Beberapa elemen ormas islam dan elemen lainnya yang tergabung dalam Pademangan Peduli 212 adalah sebagai berikut :
“Menyerukan seluruh komponen umat Islam di Pademangan agar ikut serta berpartisipasi dalam Reuni 212 yang diadakan dimonas,Ahad 2 Desember 2018 dan terlibat aktif dalam dinamika keummatan, menjaga persatuan dan merapatkan barisan, mengembangkan kerjasama baik antar ormas, dan semua elemen masyarakat untuk membangun dan melakukan penguatan politik, ekonomi dan sosial kemasyarakatan yang berkeadilan ,”

SUMBER : Abadikini.com